Tx chanelnya bang.
Selamar oagu, Selamat hari Minggu hari kemenangan, dan selamat merayakannya.
TUKANG BANGUNAN
Seorang pejabat mengunjungi tempat di mana sebuah gedung sedang dibangun. Ia melihat tiga orang tukang bangunan tengah bekerja; meletakkan batu satu demi satu dan menyemennya. "sedang apa kalian?" tanya sang pejabat kepada ketiganya.
Ketiga tukang bangunan itu memberi jawaban yang berbeda. Tukang bangunan pertama menjawab, "Saya sedang meletakkan batu ini." Tukang bangunan kedua, "Saya sedang mendirikan tembok." Dan tukang bangunan ketiga , "Saya sedang membangun gedung."
Satu pertanyaan diajukan pada situasi yang sama kepada orang-orang yang berbeda, ternyata jawabannya berbeda. Hal itu menunjukkan bahwa "nilai" sebuah perbuatan tidak hanya diukur dari apa yang tampak, tetapi juga dari hati yang mendasari, Seperti ketiga tukang bangunan itu; mereka mengerjakan satu hal yang sama, tetapi visi dan motivasinya berbeda. Hasilnya pasti akan berbeda juga.
Misalnya, kita umpamakan apa yang dikerjakan oleh ketiga tukang bangunan itu adalah ibadah. Tukang bangunan pertama menganggap pekerjaannya sebagai rutinitas sa ja. Ia tidak tahu untuk apa melakukannya atau mungkin tidak mau tahu. Pokoknya itu adalah pekerjaannya, maka ia lakukan. Titik. Sama dengan contoh ini: kita pergi ke gereja. Kenapa? Ya, karena kita orang kristiani. Sebagai orang kristiani sudah seharusnya kita ke gereja. Selesai.
Tukang bangunan kedua tidak hanya melihat pekerjaannya sebagai rutinitas, tetapi juga mempunyai tujuan melalui pekerjaannya. Sayangnya, ia hanya melihat pada peker jaannya sendiri, yaitu mendirikan tembok. Hanya parsial. Ia tidak melihat bahwa mendirikan tembok adalah bagian atau salah satu pekerjaan dari keseluruhan pekerjaan membangun gedung.
Akibat yang bisa terjadi, dia sangat baik dalam mengerjakan tugasnya mendirikan tembok, tetapi tidak mau peduli atau sembarangan dengan pekerjaan lain. Misalnya membuat atap dan memasang tegel, yang adalah juga bagian dari pekerjaan membangun gedung. Padahal semua pekerjaan itu saling terkait; tidak bisa yang satu diperhatikan dan yang lain diabaikan.
Melanjutkan contoh tadi: kita ke gereja bukan sekedar karena kebiasaan sebagai orang kristiani, melainkan untuk beribadah kepada Tuhan. Sayangnya kita lupa, bahwa ibadah menyangkut keseluruhan hidup kita. Pergi ke gereja hanyalah salah satu bagian dari ibadah. Akibatnya bisa begini: di gereja kita menjadi orang yang sangat baik, tetapi di luar gereja -entah itu dirumah, di jalan raya, atau juga di tempat kerja kelakuan kita sangat bertentangan.
Tukang bangunan ketiga memberi jawaban paling baik. Ia mempunyai visi yang utuh, yaitu membangun gedung. Maka di samping pekerjaannya sendiri, dia juga tentunya akan memperhatikan pekerjaan lainnya.
Hidup beribadah juga seperti itu; tidak terpilah-pilah atau terpisah-pisah. Bahwa kita bekerja, bukan sekedar tuntutan kebutuhan; bahwa kita mendidik dan membesarkan anak, bukan sekedar memenuhi kewajiban sebagai orangtua; bahwa kita melakukan ini dan itu, bukan sekedar karena tanggung jawab. Semua itu kita Iakukan pula dalam rangka ibadah kepada Tuhan.
Dengan motivasi beribadah kepada Tuhan, kita tidak akan melihat semua itu sebagai beban. Kita akan sungguh-sungguh mengerjakannya. Sepenuh hati. Dengan sukacita, tidak dengan bersungut-sungut. Dan memang, hidup akan terasa lebih indah kalau kita hayati sebagai ibadah kepada Tuhan.
Selamar oagu, Selamat hari Minggu hari kemenangan, dan selamat merayakannya.
TUKANG BANGUNAN
Seorang pejabat mengunjungi tempat di mana sebuah gedung sedang dibangun. Ia melihat tiga orang tukang bangunan tengah bekerja; meletakkan batu satu demi satu dan menyemennya. "sedang apa kalian?" tanya sang pejabat kepada ketiganya.
Ketiga tukang bangunan itu memberi jawaban yang berbeda. Tukang bangunan pertama menjawab, "Saya sedang meletakkan batu ini." Tukang bangunan kedua, "Saya sedang mendirikan tembok." Dan tukang bangunan ketiga , "Saya sedang membangun gedung."
Satu pertanyaan diajukan pada situasi yang sama kepada orang-orang yang berbeda, ternyata jawabannya berbeda. Hal itu menunjukkan bahwa "nilai" sebuah perbuatan tidak hanya diukur dari apa yang tampak, tetapi juga dari hati yang mendasari, Seperti ketiga tukang bangunan itu; mereka mengerjakan satu hal yang sama, tetapi visi dan motivasinya berbeda. Hasilnya pasti akan berbeda juga.
Misalnya, kita umpamakan apa yang dikerjakan oleh ketiga tukang bangunan itu adalah ibadah. Tukang bangunan pertama menganggap pekerjaannya sebagai rutinitas sa ja. Ia tidak tahu untuk apa melakukannya atau mungkin tidak mau tahu. Pokoknya itu adalah pekerjaannya, maka ia lakukan. Titik. Sama dengan contoh ini: kita pergi ke gereja. Kenapa? Ya, karena kita orang kristiani. Sebagai orang kristiani sudah seharusnya kita ke gereja. Selesai.
Tukang bangunan kedua tidak hanya melihat pekerjaannya sebagai rutinitas, tetapi juga mempunyai tujuan melalui pekerjaannya. Sayangnya, ia hanya melihat pada peker jaannya sendiri, yaitu mendirikan tembok. Hanya parsial. Ia tidak melihat bahwa mendirikan tembok adalah bagian atau salah satu pekerjaan dari keseluruhan pekerjaan membangun gedung.
Akibat yang bisa terjadi, dia sangat baik dalam mengerjakan tugasnya mendirikan tembok, tetapi tidak mau peduli atau sembarangan dengan pekerjaan lain. Misalnya membuat atap dan memasang tegel, yang adalah juga bagian dari pekerjaan membangun gedung. Padahal semua pekerjaan itu saling terkait; tidak bisa yang satu diperhatikan dan yang lain diabaikan.
Melanjutkan contoh tadi: kita ke gereja bukan sekedar karena kebiasaan sebagai orang kristiani, melainkan untuk beribadah kepada Tuhan. Sayangnya kita lupa, bahwa ibadah menyangkut keseluruhan hidup kita. Pergi ke gereja hanyalah salah satu bagian dari ibadah. Akibatnya bisa begini: di gereja kita menjadi orang yang sangat baik, tetapi di luar gereja -entah itu dirumah, di jalan raya, atau juga di tempat kerja kelakuan kita sangat bertentangan.
Tukang bangunan ketiga memberi jawaban paling baik. Ia mempunyai visi yang utuh, yaitu membangun gedung. Maka di samping pekerjaannya sendiri, dia juga tentunya akan memperhatikan pekerjaan lainnya.
Hidup beribadah juga seperti itu; tidak terpilah-pilah atau terpisah-pisah. Bahwa kita bekerja, bukan sekedar tuntutan kebutuhan; bahwa kita mendidik dan membesarkan anak, bukan sekedar memenuhi kewajiban sebagai orangtua; bahwa kita melakukan ini dan itu, bukan sekedar karena tanggung jawab. Semua itu kita Iakukan pula dalam rangka ibadah kepada Tuhan.
Dengan motivasi beribadah kepada Tuhan, kita tidak akan melihat semua itu sebagai beban. Kita akan sungguh-sungguh mengerjakannya. Sepenuh hati. Dengan sukacita, tidak dengan bersungut-sungut. Dan memang, hidup akan terasa lebih indah kalau kita hayati sebagai ibadah kepada Tuhan.
No comments:
Post a Comment